MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 39 TAHUN 2010
TENTANG
BADAN USAHA MILIK DESA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa
untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan
usaha ekonomi masyarakat perdesaan, didirikan badan usaha milik desa sesuai
dengan kebutuhan dan potensi desa;
|
b.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Badan Usaha Milik Desa;
|
||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 72, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3848);
|
||
3.
4.
|
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
|
||
MEMUTUSKAN:
|
|||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI TENTANG BADAN USAHA MILIK DESA.
|
|
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Desa atau
yang disebut dengan nama lain, yang selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintahan
Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.
Pemerintah
Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
4. Badan
Permusyawaratan Desa atau yang disebut nama lain, yang selanjutnya disingkat
BPD, adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
5. Peraturan
Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala
Desa.
6. Badan
Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUMDes, adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang
kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan
masyarakat.
7. Usaha
Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti, usaha
jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian, serta
industri dan kerajinan rakyat.
BAB II
PEMBENTUKAN
Pasal 2
(1) Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan Peraturan Daerah
tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes.
(2) Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat bentuk
organisasi, kepengurusan, hak dan kewajiban, permodalan,
bagi hasil usaha, keuntungan dan kepailitan, kerjasama dengan pihak ketiga,
mekanisme pertanggung jawaban, pembinaan dan pengawasan masyarakat.
Pasal
3
(1) Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
(2) Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat
1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
Pasal
4
Pemerintah
Desa membentuk BUMDes dengan Peraturan Desa berpedoman pada Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 5
(1) Syarat pembentukan BUMDes:
(2) Mekanisme pembentukan
BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap:
BAB III
PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Organisasi Pengelola
Pasal 6
Organisasi
pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan desa.
Pasal 7
(1) Organisasi
pengelola BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, paling sedikit terdiri atas:
a. penasihat atau
komisaris; dan
b. pelaksana operasional atau direksi.
(2) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, dijabat oleh Kepala Desa.
(3) Pelaksana
operasional atau direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas:
a. direktur
atau manajer; dan
b. kepala unit usaha.
Pasal 8
(1) Pengelolaan
BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, berdasarkan pada:
a.
anggaran
dasar; dan
b.
anggaran
rumah tangga.
(2) Anggaran
dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat paling sedikit
rincian nama, tempat
kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan
kepengurusan.
(3) Anggaran
rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat paling sedikit
hak dan
kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan
pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber
permodalan.
Bagian Kedua
Tugas dan Kewenangan
Pasal 9
(1) Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf a, mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat
kepada pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan
pengelolaan usaha desa.
(2) Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana
operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa.
Pasal 10
Pelaksana
operasional atau direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b,
bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha desa dan
mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 11
(1) Pengelolaan
BUMDes sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, dilakukan dengan persyaratan:
a.
pengurus yang berpengalaman dan atau
profesional;
b.
mendapat
pembinaan manajemen;
c.
mendapat
pengawasan secara internal maupun eksternal;
d. menganut
prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan
e.
melayani
kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil.
Bagian Ketiga
Jenis Usaha dan Permodalan
Pasal 12
(1) BUMDes sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, terdiri atas jenis-jenis usaha.
(2) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. jasa;
b. penyaluran sembilan bahan
pokok;
c. perdagangan
hasil pertanian; dan/atau
d. industri kecil dan rumah tangga.
(3) Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa.
Pasal 13
(1) Usaha
jasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2) huruf a,
antara lain:
a. jasa keuangan mikro;
b. jasa transportasi;
c. jasa komunikasi;
d. jasa konstruksi; dan
e. jasa energi.
(2)
Usaha penyaluran
sembilan bahan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf
b, antara lain:
a. beras;
b. gula;
c. garam;
d. minyak
goreng;
e. kacang
kedelai; dan
f. bahan
pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa.
(3) Usaha perdagangan hasil
pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf c, antara lain:
a. jagung;
b. buah-buahan;
dan
c. sayuran.
(4) Usaha industri
kecil dan rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf d,
antara lain:
a.
makanan;
b.
minuman,
kerajinan rakyat;
c.
bahan
bakar alternatif; dan
d.
bahan
bangunan.
Pasal 14
Modal
BUMDes berasal dari:
a. pemerintah desa;
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota;
d. pinjaman; dan/atau
e. kerja sama usaha dengan pihak lain.
Pasal 15
(1) Modal BUMDes yang berasal dari
pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, merupakan
kekayaan desa yang dipisahkan.
(2) Modal BUMDes yang berasal dari tabungan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, merupakan simpanan
masyarakat.
(3) Modal BUMDes yang berasal dari bantuan
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, dapat berupa dana tugas pembantuan.
(4) Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan
atau pemerintah daerah.
(5)
Modal BUMDes yang berasal dari
kerjasama usaha dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
e, dapat diperoleh dari pihak swasta dan/atau masyarakat.
Pasal 16
Modal BUMDes selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dapat berasal
dari dana bergulir program pemerintah dan pemerintah daerah yang diserahkan
kepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.
Bagian Keempat
Bagi Hasil dan
Rugi
Pasal 17
Bagi
hasil usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dilakukan berdasarkan
keuntungan bersih usaha.
Bagian Kelima
Kerjasama
Pasal 18
(1) BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau
lebih dan dengan pihak ketiga.
(2) Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar
kecamatan dalam satu kabupaten/kota.
(3) Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus mendapat persetujuan masing-masing pemerintahan desa.
Pasal 19
(1) Kerjasama
usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dibuat dalam naskah perjanjian
kerjasama.
(2) Naskah
perjanjian kerjasama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat:
a.
subyek
kerjasama;
b.
obyek
kerjasama;
c.
jangka
waktu;
d.
hak dan
kewajiban;
e.
pendanaan
f.
keadaan
memaksa;
g.
penyelesaian
permasalahan; dan
h.
pengalihan.
Pasal 20
(1) Naskah
perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih dalam satu
kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), disampaikan kepada
camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
(2) Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau
lebih antar kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2),
disampaikan kepada bupati/walikota melalui camat paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak ditandatangani.
Bagian Keenam
Laporan
Pertanggungjawaban
Pasal 21
(1) Pelaksana
operasional atau direksi melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan
BUMDes kepada Kepala Desa.
(2) Kepala
Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepada BPD dalam forum musyawarah
desa.
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 22
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan
pembinaan dan menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUMDes.
(2) Gubernur melakukan sosialisasi,
bimbingan teknis standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi
pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUMDes di Provinsi.
(3) Bupati/Walikota
melakukan pembinaan, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya
manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan.
(4) Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUMDes di wilayah
kerjanya.
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 23
(1) BPD dan/atau pengawas internal
yang dibentuk melalui musyawarah desa melakukan pengawasan atas pengelolaan
BUMDes.
(2) Inspektorat Kabupaten/Kota
melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
BUMDes
atau sebutan lain yang telah ada tetap dapat menjalankan kegiatannya dan
menyesuaikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Tata Cara
Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes paling lambat 1 (satu) tahun sejak
ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Peraturan Menteri ini mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|