Jatinangor adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat,Indonesia.
Nama Jatinangor sebagai nama kecamatan baru dipakai sejak tahun 2000-an. Sebelumnya, kecamatan ini bernama Cikeruh. Nama Jatinangor sendiri adalah nama blok perkebunan di kaki Gunung Manglayang yang kemudian dijadikan kompleks kampus sejumlah perguruan tinggi di sana. Dari Topografische Kaart Blaad L.XXV tahun 1908 dan Blaad H.XXV tahun 1909 yang diterbitkan oleh Topografische Dienst van Nederlands Oost Indie, telah dijumpai nama Jatinangor di tempat yang sekarang juga bernama Jatinangor. Ketika itu, daerah Jatinangor termasuk ke dalam Afdeeling Soemedang, District Tandjoengsari (EYD : Tanjungsari). Nama Cikeruh sendiri diambil dari sungai (Ci Keruh) yang melintasi kecamatan tersebut. Pada Peta Rupabumi Digital Indonesia No. 1209-301 Edisi I tahun 2001 Lembar Cicalengka yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL masih dijumpai nama Kecamatan Cikeruh untuk daerah yang saat ini dikenal sebagai Kecamatan Jatinangor. Pada beberapa dokumen resmi dan setengah resmi saat ini, masih digunakan nama Kecamatan Cikeruh. Kecamatan ini terletak pada koordinat 107o 45’ 8,5” – 107o 48’ 11,0” BT dan 6o 53’ 43,3” – 6o 57’ 41,0” LS. Kode pos untuk kecamatan ini adalah 45363 dan kode area untuk telepon adalah 022
.
Kantor Kecamatan Jatinangor
Kecamatan Jatinangor

Klimatologi dan Geologi

Sebagaimana daerah lain di kawasan Cekungan Bandung, iklim yang berkembang di Jatinangor adalah iklim tropis pegunungan.
Titik terendah di kecamatan ini terletak di daerah Desa Cintamulya setinggi 675 m di atas permukaan laut, sedangkan titik tertingginya terletak di puncak Gunung Geulis setinggi 1.281 m di atas permukaan laut. Sungai-sungai penting di Jatinangor meliputi Ci Keruh, Ci Beusi, Ci Caringin, Ci Leles, dan Ci Keuyeup.
Geomorfologi daerah Jatinangor meliputi tiga satuan geomorfologi, yaitu :
    1. Satuan geomorfologi pedataran volkanik, di bagian selatan.
    2. Satuan geomorfologi perbukitan volkanik landai, di bagian utara.
    3. Satuan geomorfologi perbukitan volkanik terjal, di bagian timur.
      Geologi daerah Jatinangor terdiri dari tiga satuan batuan (Silitonga, 1972), yaitu :
        1. Satuan hasil gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan volkaniklastik, tersebar di bagian utara dan tengah daerah Jatinangor. Satuan ini tersingkap baik di aliran Ci Keruh.
        2. Satuan lava gunungapi muda. Berumur Kuarter, didominasi oleh lava, merupakan batuan utama pembentuk Gunung Geulis.
        3. Satuan endapan danau. Berumur Kuarter, didominasi oleh batuan sedimen yang merupakan sisa endapan Danau Bandung, tersebar di bagian baratdaya daerah Jatinangor.
          Hidrogeologi daerah Jatinangor meliputi tiga daerah akuifer, yaitu :
            1. Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, di bagian selatan.
            2. Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir, di bagian utara.
            3. Airtanah langka atau tidak berarti, berupa akuifer bercelah atau sarang dengan produktivitas kecil atau daerah airtanah langka, di bagian timur.

              Perkebunan

              Perusahaan perkebunan di Jatinangor didirikan oleh Willem Abraham Baud pada tahun 1844. Perusahaan yang bernama Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen ini menguasai tanah seluas 962 hektar yang membentang dari tanah IPDN, tanah ITB, dan tanah UNPAD hingga Gunung Manglayang. Pada awal mulanya perkebunan ini hanya meliputi usaha perkebunan teh, tetapi kemudian juga ditambah dengan usaha perkebunan karet.

              Willem Abraham Baud (1816 – 1879) adalah salah satu anak Jean Chrétien Baud (1789 – 1759) yang pernah menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur (1833 – 1836), Menteri Kolonial (1840 – 1848), dan Menteri Kelautan (1840 – 1842). Pada tahun 1842, W. A. Baud pergi ke Jawa sesuai keinginan ayahnya agar dia meniti karier sebagai pegawai pemerintah di tanah jajahan. Tetapi kemudian dia menyadari bahwa mengelola usaha perkebunan akan membuat dirinya lebih cepat kaya daripada menjadi pegawai pemerintah. W. A. Baud kemudian berhasil mendapatkan kontrak untuk perkebunan teh di daerah Jatinangor di Priangan. Kontrak ini disetujui oleh pemerintah gubernemen di Batavia dalam dekrit nomor 2 pada tanggal 26 Agustus 1844 yang antara lain juga meliputi pinjaman bebas bunga dari pemerintah sebesar 42.409 Gulden.

              Jan Jacob Rochussen yang pernah menjabat Perdana Menteri Belanda (1858 – 1860), Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur (1845 – 1851), dan Menteri Keuangan (1840 – 1843) melaporkan kejadian ini kepada Jean Chrétien Baud dalam sebuah surat dengan menulis : “Dia mendapatkan kontrak yang menguntungkan karena dia adalah putra seorang pejabat yang sangat disegani.” Sebagai abdi negara dan abdi raja, J. C. Baud merasa sangat kecewa karena ulah anaknya ini dan membalas surat J. J. Rochussen dengan menulis : “Sistem kontrak dan persentase ... memadamkan rasa hormat pegawai pemerintah dan mendewakan Mamon (Dewa Kekayaan). Apa ada bukti lain yang lebih baik mengenai hal ini selain dari sikap anak saya ?”

              Pendidikan

              Saat ini Jatinangor dikenal sebagai salah satu kawasan pendidikan di Jawa Barat. Pencitraan ini merupakan dampak langsung pembangunan kampus beberapa institusi perguruan tinggi di kecamatan ini. Perguruan tinggi yang saat ini memiliki kampus di Jatinangor yaitu :
                1. Universitas Padjadjaran (UNPAD) di Desa Hegarmanah dan Desa Cikeruh.
                2. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Desa Cibeusi. Sebelumnya institut ini bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
                3. Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN) di Desa Cibeusi.
                4. Institut Teknologi Bandung (ITB) di Desa Sayang. Sebelumnya kompleks Kampus ITB Jatinangor merupakan kompleks KampusUniversitas Winaya Mukti (UNWIM).
                  IPDN
                  Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
                  UNPAD
                  Universitas Padjadjaran (UNPAD)
                  ITB Jatinangor
                  ITB Kampus Jatinangor
                  Seiring dengan hadirnya kampus-kampus tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik dan sosial yang pesat. Sebagaimana halnya yang menimpa lahan pertanian lain di Pulau Jawa, banyak lahan pertanian di Jatinangor yang berubah fungsi menjadi rumah sewa untuk mahasiswa ataupun pusat perbelanjaan.

                  Objek Bersejarah

                  Objek bersejarah di Jatinangor berupa menara jam di lingkungan kampus ITB (sebelum tahun 2011 merupakan kampus UNWIM) dan Jembatan Cikuda yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jembatan Cincin.

                  Menara jam yang oleh masyarakat sekitar sering disebut dengan nama Menara Loji dibangun sekira tahun 1800-an. Menara tersebut pada mulanya berfungsi sebagai sirene yang berbunyi pada waktu-waktu tertentu sebagai penanda kegiatan yang berlangsung di perkebunan karet milik W. A. Baud. Bangunan bergaya neo-gothic ini dulunya berbunyi tiga kali dalam sehari. Pertama, pukul 05.00 sebagai penanda untuk mulai menyadap karet; pukul 10.00 sebagai penanda untuk mengumpulkan mangkok-mangkok getah karet; dan terakhir pukul 14.00 sebagai penanda berakhirnya kegiatan produksi karet.

                  Sekira tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang pun – selaku pihak yang seharusnya mengawasi pemeliharaan cagar budaya – tidak tahu-menahu mengenai kelanjutan kisah pencurian itu. Saat ini Menara Loji nampak tidak terurus. Perawatan terakhir menara ini berupa pengecatan ulang yang dilakukan oleh pihak Rumah Tangga UNWIM pada tahun 2000.
                  Menara Loji
                  Menara Loji
                  Jembatan di Cikuda yang sering disebut dengan nama Jembatan Cincin pada mulanya dibangun sebagai penunjang lancarnya kegiatan perkebunan karet. Jembatan Cincin dibangun oleh perusahaan kereta api yang bernama Staat Spoorwegen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918 dan berguna untuk membawa hasil perkebunan. Pada masanya jembatan ini menjadi salah satu roda penggerak perkebunan karet terbesar di Jawa Barat dan setiap pagi hari hasil bumi dari Tanjungsari dibawa melalui jembatan ini untuk dijual di Rancaekek. Rutinitas itu berjalan terus sampai kemudian pada Perang Dunia II tentara Jepang mengangkut besi-besi rel untuk dilebur menjadi persenjataan perang.
                  Jembatan Cincin
                  Jembatan Cincin
                  Sebagaimana halnya dengan Menara Loji, tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini. Baik Pemda Sumedang maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia) – dua pihak yang cukup berkepentingan dengan Jembatan Cincin – menyatakan bahwa pemeliharaan Jembatan Cincin tidak termasuk dalam tanggungjawabnya. Menurut PT KAI, jembatan ini tidak pernah diperbaiki karena sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan menurut Dinas Budaya dan Pariwisata Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, perawatan bangunan bersejarah tidak termasuk dalam tanggung jawab dinas tersebut karena dinas ini hanya bertugas memperhatikan dan membina nilai-nilai budaya.

                  Selain itu, Jalan Raya Jatinangor sepanjang 4,83 km yang menghubungkan Bandung dengan Sumedang merupakan penggalan dari De Groote Postweg (Jalan Raya Pos) yang dibuat pada tahun 1808 dengan perintah dari Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur.
                  Kiarapayung
                  Bumi Perkemahan Kiara payung

                  Lalu-lintas

                  Satu hal yang menarik dan menjadi ciri khas Indonesia nampak jelas dalam proses pembuatan jalan raya baru satu arah dari kampus IKOPIN sampai ke gerbang lama UNPAD. Dengan teknologi dan peralatan berat yang tersedia, jalan raya sepanjang sekira satu kilometer ini membutuhkan waktu hingga empat tahun untuk pembuatannya (pertengahan 2005 - pertengahan 2009). Proses pembuatan jalan raya baru ini nampak ditelantarkan jika dibandingkan dengan proses pembuatan dan perbaikan Jalan Raya Pos sepanjang sekira 1.000 km yang hanya membutuhkan waktu satu tahun (Mei 1808 - pertengahan 1809).

                  Pembuatan jalan raya baru ini dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan lalu-lintas yang ditimbulkan oleh kegiatan penduduk Jatinangor. Selain sarana-sarana perbelanjaan yang bertebaran di sepanjang Jalan Raya Pos, Pasar UNPAD pada setiap hari Minggu juga sempat menimbulkan kemacetan parah pada masa lalu.

                  Angkutan umum utama yang digunakan di Jatinangor ialah angkutan umum jurusan Cileunyi-Tanjungsari.

                  Sumber : WIKIPEDIA